Pembukaan pameran Sketsa Mudji Sutrisno, S.J. “Kumandang ing Sepi. . .” akan berlangsung Jumat, 27 Juli 2018, pukul 19.00 WIB. Selanjutnya dibuka untuk umum mulai 28 Juli – 3 Agustus 2018 | Pukul 09.00 – 21.00 WIB, dengan hiburan musik keroncong oleh Sruti Respati & Kawan-kawan.
Ada sesuatu yang sering terlihat kuat pada karya-karya Mudji Sutrisno, yaitu ‘ruang’. Ruang sangat dominan pada karya-karya-nya, tidak sekedar ruang kosong, tapi merupakan elemen penting bagi keseluruhan komposisi. Sangat terasa ‘ruang kosong’ hadir dan otonom mempunyai kekuatan artistik sendiri. Pada gilirannya, komposisi yang sadar ruang ini, ditambah dengan pemakaian garis sederhana yang cenderung liris, membangun suasana yang ngelangut, kontemplatif.
Ditambah dengan kehadiran objek-objek keagamaan, kekuatan ruang kosong tersebut membangun citra spiritual yang kuat pada karya-karya sketsa-nya. Ruang kosong, bagi beliau sangat penting. Mengingatkan kita kepada pernyataan pelukis Hanafi tentang ruang kosong di bawah meja (pada pameran ‘Migrasi Kolong Meja’ Hanafi), ruang kosong dibawah meja justru menyatakan akan keberadaan meja itu sendiri. Seakan ‘volume dan bentuk’ ruang menciptakan ‘bentuk’ meja.
Seperti kita tahu Hanafi kita kenal juga sebagai perupa yang sangat intens menggauli dan mengakrabi ruang pada karya-nya. Nah, bagi Mudji Sutrisno ruang kosong mempunyai sentuhan yang dalam bagi dirinya, ruang kosong pada gua/makam Yesus justru memperlihatkan keberadaan dan kehadiranNya. Hilang berarti Dia Ada..., dan hadir pada spirit cinta kasih yang tersemai di kehidupan ini. Demikianlah ‘kosong’ menjadi sesuatu yang berarti.
Kosong juga berarti kondisi di mana sebagai pribadi yang siap menjumpai Sang Semesta, melewati aspek sepi-sunyi-hening lalu....Suwung. Disinilah ujung dari pencapaian seseorang yang dengan berani penuh rasa cinta yang meluap, tapi terkontrol, untuk menemui Jagad BesarNya...,ia Menyatu dan...Suwung.
Mudji Sutrisno mencapai ‘keheningan’ ini tidak melalui kehidupan yang sunyi, justru ia sangat aktif melebur pada berbagai aktifitas di dalam kehidupan masyarakat. Ia kita kenal sebagai pribadi dengan berbagai kesibukan, aktifis kesenian-demokrasi juga sebagai rohaniawan.
Ia bukan seperti pertapa yang lari dan berusaha menemukan keheningannya pada alam yang sunyi, tetapi justru melebur pada berbagai problem di masyarakat. Hasrat yang besar untuk mensejahterakan masyarakat dengan menjaga kwalitas peradaban, lahir dan bathin, berujung pada kesadaran spritual tentang hakekat kebenaran (cinta, penderitaan, simpati, empati). Spiritual humanistik ini lalu bergabung dengan spiritual religius, karena bagaimanapun ia seorang rohaniawan yang percaya pada institusi-nilai agama, dalam hal ini agama katolik, walau ia tampak tak tersekat dan bebas mengelana hidup dan menghidupi berbagai sekat agama.
sumber: entertainment.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar